Perbedaan Astrologi Dan Islam


Susiknan Azhari mendefinisikan astrologi sebagai praktek kepercayaan yang berasal dari Babilonia kuno. Praktek tersebut didasarkan pada horoskop yang digunakan untuk menentukan nasib seseorang menurut kedudukan dan gerak benda langit. Dalam bahasa arab biasa disebut Fannu At- Tanjim atau ilmu at-Tanjim (ilmu nujum).
Dalam dunia Islam, menurut Howard turner, astrologi mulai berkembang pada abad pertengahan. Saat itu, astrologi menjadi ilmu yang popular di berbagai wilayah dan kalangan. Sumber-sumber keilmuannya, sama jauhnya dengan sejarah matematika dan astronomi muslim.
Umat islam mewarisi tradisi praktek astrologi kuno seperti bangsa-bangsa sebelumnya yang melindungi praktek astrologi dalam berbagai tingkatan. Howard Turner menyatakan astrolog muslim juga menggunakan sebagian instrumen dan disiplin ilmu matematika yang sama dengan yang digunakan dalam astronomi observasional dan teoritis.
Prosedur-prosedur yang digunakan astrolog muslim abad pertengahan hampir sama dengan para astrolog yang hidup sebelumnya. Hubungan dan perubahan kedudukan antara Matahari, bintang dan planet-planet pun tetap menjadi aktor utama. Berbagai kombinasi, hubungan dan disposisi benda-benda langit ditentukan dan ditafsirkan untuk semua kejadian. 
Namun demikian. seiring dengan perkembangannya, astrologi membangkitkan tantangan yang keras, terutama dari teolog dan filosof seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Meski al Biruni, seorang astronom dan filosof Persia, berhasil membuat manual astrologi, namun al Biruni sendiripun tak meyakini astrologi sebagai sains eksak. Gambaran perlawan umat islam terhadap astrologi dijelaskan secara rinci dalam kitab Muqaddimah karya Ibnu Kholdun.
Turner menambahkan bahwa setelah abad ke sepuluh, intensitas penolakan terhadap astrologi semakin meningkat. Para astronom dan matematikawan terkemuka secara perlahan menyingkir dari orang-orang yang ikut serta dalam kajian astrologi. Dan hal ini menjadikan astronomi memperoleh kursi utama dari para pemimpin agama karena astronomi semakin jelas dan berguna dalam pelaksanaan ibadah.

 Bagaimana Hukum Mempercayai Astrologi  Di Era Sekarang?
Mustofa Ali Ya’kub, wakil ketua komisi fatwa MUI menuturkan bahwa mempercayai ramalan dalam berbagai bentuknya, termasuk perkara yang diharamkan. “Islam mengharamkan astrologi karena astrologi sama dengan ramalan. Rasulullah bersabda “Barang siapa yang bertanya kepada peramal maka sholatnya tidak diterima 40 hari, dan barang siapa yang bertanya dan mempercayainya maka dia telah keluar dari islam “. Ungkapnya, ketika diwawancarai di Hotel Siliwangi Semarang.
Meskipun dalam ayat Alqur’an terdapat ayat yang menyuruh kita untuk memperhatikan langit, namun hal itu bukan berarti ada kaitan antara posisi benda langit dengan kehidupan manusia. Mustofa Ali Ya’qub melanjutkan bahwa dulu Nabi Muhammad pernah mempunyai anak yang bernama Ibrahim. Beberapa waktu kemudian Ibrahim meninggal saat terjadi gerhana. Masyarakat beranggapan gerhana terjadi karena matinya anak nabi. Setelah mendengar berita itu, rasulullah langsung membantahnya karena gerhana hanya gejala alam biasa. Tidak ada kaitannya dengan kematian Ibrahim.
Quraish sihab dalam bukunya Kumpulan Tanya jawab Quraish Sihab Mistik, sex dan Ibadah  mengungkapkan dulu orang percaya bahwa bintang-bintang langit adalah dewa-dewa yang mempengaruhi bumi dan isinya. Mereka juga percaya bahwa mantera para dukun atau peramal dapat mempercepat datangnya permintaan dan menghindarkan hal yang mencelakakan. Lalu islam datang dan mengkategorikan astrologi tersebut, sebagai bagian ilmu sihir yang dilarang agama.

Comentários:

Posting Komentar

 
*DOKUMENTASI FALAK* © Copyright 2012 | Designed by Zaenury |